Wednesday, September 2, 2015

Daendels

Daendels



Lebih dari setengah abad setelah peristiwa pemberontakan orang Tionghoa 1740, orang Batavia sudah lupa dengan pembunuhan itu. Pulau Jawa sudah tidak lagi diperintah oleh VOC yang bangkrut diakhir abad ke 17, tetapi langsung oleh pemerintah Belanda. Seorang Gubernur Jendral yang baru Daendels tiba di Batavia pada tahun1803.
Salah satu Tugas utama Daendels selain membuat Batavia, sehat karena pada waktu itu Batavia benar-benar menjadi sarang penyakit, adalah mengorganisasi pertahanan untuk menghadapi Inggris. Di Batavia,di mana-mana banyak tumpukan sampah dan kanal-kanalnya menjadi dangkal dan sarang nyamuk. Setiap pelaut yang berlabuh di Batavia, pasti ingin cepat-cepat angkat jangkar karena takut terserang penyakit. Dalam keadaan itulah Daendels datang dengan segala resiko yang harus dipanggulnya.
Daendels berhasil mengembangkan Batavia kearah selatan di Weltevreden dengan berbagai gedung disekitar Waterloo Plein atau sekarang disebut Lapangan Banteng. Untuk pembangunan itu dia menghancurkan Kastil Batavia untuk diambil batu batanya guna membangun kota yang baru.
Dia berkeyakinan bahwa tembok kota tidak efektif lagi untuk melindungi kota yang sudah berkembang ke luar tembok, dan tidak dapat untuk menghadapi  musuh. Karena itu tembok kotapun di hancurkan. Dia memindahkan kompleks pemeritahan ke Lapangan Banteng.
Batavia yang indah telah pergi.  Tidak lama setelah penghancuran itu, seorang pelancong yang bernama Weitzel menulis:
“Kota Batavia bukan lagi metropolis seperti dahulu kala. Hampir semua bangunan penting dan rumah-rumahnya telah diruntuhkan kecuali gudang-gudangnya. Kastilnya menjadi tumpukan puing. Sebagian besar tembok kota telah diratakan, gerbang kota telah dihancurkan. Kota ini tidak lebih dari desa yang dikelilingi kanal yang lebar (….). Sepanjang Prinsenstraat (sekarang Jalan Cengkeh) menjadi tidak lebih dari jalan kelam dimana masih tertinggal beberapa rumah didekat pusatnya(Weitzel 1860:8-10).
Tindakan Daendel adalah kehancuran kota Lama Batavia yang kedua kali setelah dibakar pada kerusuhan 1740. Sekarang kita tidak dapat menikmati benteng yang sangat terkenal itu dan beberapa bangunan lain. Andaikata, pembangunan kota baru Batavia tidak dengan menghancurkan yang lama, sekarang pasti kota lama Jakarta akan sangat unik untuk pariwisata. Daendels seakan membuang masa lalu Batavia.
Selain itu Daendels juga menutup kanal-kanal sehingga menjadi kota yang bukan lagi saudara kembar kota Amsterdam. Kanal-kanal itu menjadi jalan dan banyak bangunan yang berubah bentuknya. Hanya Kali Besar yang tidak di tutup dan menjadi aliran sungai Ciliwung di dalam kota. Kebijakannya untuk menutup kanal-kanal di lanjutkan sampai 1817.
Anda tertarik kisah-kisah Betawi yang lain? silahkan baca di klikbatavia.

Sunday, August 23, 2015

Wisindo, Wisata Indonesia

Pantai Skouw Sae

Selamat datang di situs Wisindo. Kami senantiasa memberikan informasi wisata di Indonesia sampai dengan kota sekecil apa pun. Bagi kami semua tempat di Indonesia adalah Indah dan dapat dijual sebagai tujuan pariwisata. Apakah seluruh wilayah Indonesia adalah surganya pariwisata? Tergantung bagaimana kita melihatnya. Website ini mengajak anda untuk mengekplorasi seluruh wilayah Indonesia. Kami memandang Nusantara sebagai halaman luas yang dimana saja dapat ditanami “pohon pariwisata” yang nantinya akan berbuah memberikan kemakmuran bagi rakyatnya. Maka dari itu kami terbuka jika ada pemerintah daerah yang ingin mempromosikan pariwisata di daerahnya di website ini.
Selain itu situs kami juga melakukan pendidikan pariwisata bagi siapa saja yang ingin tahu apa itu pariwisata. Maka dari itu banyak tulisan pariwisata yang mudah dimengerti oleh semua orang. Kami selalu berusaha menyederhanakan segala hal yang rumit dan sulit untuk dimengerti. Teori-teori pariwisata yang hanya dimengerti oleh dunia kampus diubah menjadi sederhana dan enak dibaca.
Jangan lupa, situs ini mengungkap secara lebih luas tentang perencanaan pariwisata. Bagi kami masalah pariwisata bukan hanya bagaimana mempromosikannya sehingga laku dijual, tetapi juga bagaimana mempersiapkannya. Suatu perencanaan pariwisata merupakan multidisiplin. Untuk itu kami bekerjasama dengan perguruan tinggi terkemuka untuk menjelaskan hal ini.
Kami juga menyajikan tulisan-tulisan ringan, enak dibaca dan memberi pendidikan pariwisata. Cita-cita kami adalah semua orang Indonesia sadar wisata. Dengan demikian akan mudah menatanya dan mempromosikan pariwisata. Kekuatan pariwisata sebenarnya terletak pada kesadaran masyarakatnya untuk menjadi masyarakat yang “menjual” pariwisata.
Selamat Datang di Wisindo!

Matahari di Atas Batavia

Altar Dewi Kwan Im

Klik Batavia adalah website yang komplit tentang Batavia. Maka dari itu kurang lengkap kalau tidak ada novel yang bercerita tentang kota tua ini, menjadikannya panggung yang menegangkan dan sekaligus romantis.
Novel ini diangkat dari kehidupan nyata di Batavia, penelitian sejarah kota ini pada tahun 1737-1740 dimana mayoritas penduduk kota adalah orang Tionghoa dan yang memerintah adalah orang Belanda. Kehidupan Batavia pada saat itu sangat religius dengan dominasi kehidupan gereja protestan Kalvinis. Sebaliknya kehidupan dipecinan yang berada diluar tembok kota adalah agama kelenteng.
Novel ini mengangkat kisah seorang sinshe yang bertugas di rumah sakit Tionghoa, sayang rumah sakit itu sudah diruntuhkan tanpa bekas dan sudah dilupakan orang. Diceritakan percintaan antara seorang sinshe dengan gadis berdarah campuran Belanda - Tionghoa. Latar belakang percintaan mereka adalah peristiwa 1740 yang mana Batavia di serang orang Tionghoa dibawah pimpinan Khe Panjang dan peristiwa pembantaian orang Tionghoa.  
Ditulis oleh seorang sejarahwan dan penulis yang lagi naik daun Chen Ming Sien, akan bertutur dalam cerita bersambung. Novel ini sebuah gebrakan dari bentuk novel tradisional yang satu arah. Sebaliknya novel ini dua arah dimana pembaca dapat memberi komentar dan saling berkomentar serta berdiskusi.

Monday, April 27, 2015

Selamat Datang

Tigergracht

Selamat datang di Kisah Betawi! Tempat berbincang dan berdiskusi Dongeng tentang Jakarta, ibukota nusantara. Sebagai admin, saya mengharapkan anda merasa kembali kemasa lampau. Memang memori tentang Betawi telah banyak diceritakan orang tetapi belum ada situs yang menfokuskan diri pada perbicangan dan diskusi tentang kisah-kisahnya. Tentunya yang akan kita angkat tentang kota lama Jakarta yang dulu bernama Batavia
 
Walaupun Jakarta hanya bagian yang sangat kecil dari Indonesia, karena  merupakan ibukota Negara dia adalah cermin pembangunan kota lama di seluruh Indonesia. Sejarah kota yang panjang mulai jaman VOC yang konon dibangun sebagai tiruan Kota Amsterdam, sampai jamannya Pak Ahok sebagai gubernur, kota tua Jakarta selalu menunjukkan dinamika yang tidak pernah layu.
 
Kisah Betawi akan sangat diperlukan semua orang baik yang cinta kota lama atau yang tidak memiliki perhatian sama sekali. Bagi pecinta kota lama tentu situs ini adalah rumah untuk mengekpresikan diri, membedah memori kolektif yang selama ini terpendam. Bagi mereka yang belum memiliki perhatian tentang kota lama, harus dibuat tertarik. Mengapa? Kota Lama Jakarta – Batavia adalah identitas Jakarta di jaman internet. Jangan hanya melihat di koran atau televisi tentang indahnya kota lama Amsterdam, tetapi kita harus bisa membangkitkan kecintaan terhadap kota lama Jakarta - Batavia
 
Bagi orang muda, kota tua adalah wahana untuk belajar baik dari sudut seni, arsitektur, kesehatan kota, bahkan ekonomi kota. Bagi para peneliti baik dibidang-bidang yang disebutkan tadi ataupun bidang-bidang yang lain, adalah obyek penelitian yang sangat menarik. Untuk orang awam, kota tua merupakan pusat kenangan masa lampau. Kota lama adalah ruang yang menyegarkan dari kejenuhan kota modern yang penuh dengan gedung tinggi tetapi sekaligus macet dan kumuh, seperti halnya kota-kota di Negara yang sedang berkembang.
 
Segalanya tentang Betawi! Tuangkan apa saja yang menjadi pemikiran anda tentang Kisah Betawi lewat kolom komentar pada setiap artikel.

Ayo berpetualang di Kisah Betawi yang penuh misteri!

Lebih Senang Naik Kereta Kuda

Kereta Landaulet

Naik mobil sepanjang jalan Betawi yang pada waktu itu belum diaspal dan masih geronjalan, tentu sangat nyaman kalau dinilai berdasarkan ukuran kenyamanan zaman tersebut. Tetapi aneh-nya, para pembesar Belanda yang pada umumnya berduit, banyak yang lebih senang menggunakan kereta. Kereta landaulet yang meluncur di atas roda-roda dengan ban karet padat, atau malah kereta pelangki dengan ban besi yang berisik sewaktu dilarikan dan mengocok-ngocok perut para penumpangnya. Para direktur perusahaan besar Belanda pun menggunakan kereta.
 
Selama dasa warsa kedua abad ke-XX sampai menjelang akhir Perang Dunia I (1914-1919) jumlah mobil di Indonesia, khususnya Betawi boleh dikata masih dapat dihitung dengan jari. Kalau mau agak lebih tepat, kata-kanlah dengan jari tangan dan kaki. Padahal waktu itu pun Betawi sudah merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan.
 
Kenapa para pembesar itu lebih menyenangi kereta daripada mobil? Kita hanya dapat menduga-duga saja. Mungkin harga mobil jauh lebih mahal daripada kereta. Demikian pula biaya pemeliharaannya yang meliputi bensin, minyak pelumas, gaji sopir serta kenek dan sebagamya. Mungkin pula orang agak ngeri dengan kecepatannya yang tinggi, meski lalu lintas waktu itu masih sepi.
 
Maka lebih enak naik kereta saja, meski kereta pelangki gerodakan larinya. Alon-alon asal kelakon. Di zaman itu, gerak kehidupan memang jauh lebih lamban daripada sekarang, di mana segala-galanya harus serba cepat. Mungkin ada pula faktor lain yang berperan. Naik kereta, apalagi landaulet yang mewah, lebih gengsi. Lambat-lambat dan anggun. Tidak terburu-buru seperti-dikejar hantu. Benarkah demikian?

Merk Tidak Jadi Soal

Mobil Pertama di Betawi

Mobil itu tidak dilengkapi tombol penghidup mesin(belum ditemukan pada masa itu). Motor dihidupkan dengan  memutar engkol yang terpasang di depan radiator, di bagian  bawahnya. Ini tugas bung kenek (pembantu sopir). Memutar engkol tidak boleh sembarangan, tetapi ada 'seni'nya: dengan cara tertentu disertai sedikit hentakan. Kalau salah putar, engkol akan 'melesat' balik. Risiko tulang lengan bawah patah kena hantam alat pemutar itu selalu harus diperhitungkan.
 
Kecepatan mobil ternyata tak boleh diremehkan. Menurut Pak Hassan, kira-kira sama dengan kereta api. "Kami sering kali balapan dengan kereta api dalam perjalanan ke Tambun," begitu tutur Pak Hassan. Berapa kilometer sejam kira-kira? "Begitulah 30-40 km," jawabnya.
 
Pak Hassan tidak tahu merk mobil itu. Dia tidak pernah memperhatikan. Sopir-sopir tua yang pernah mengemudikannya sudah sukar ditemui pada tahun 1972. Kalau pun hidup, umurnya sudah sekitar 90 tahun. Pasti sudah sulit untuk diajak berbincang-bincang. Lagipula di.zaman.itu soal merk tampaknya tidak pernah dihiraukan .Makah iklan-iklan yang menawarkan mobil dalam berbagai surat kabar pada waktu itu, tidak satu pun yang menyebutkan merk kendaraan bersangkutan. Dalam Javabode penerbitan 5 Januari 1910 misalnya, terdapat iklan yang menawarkan mobil seperti berikut:
 
"Suddeutsche Automobil-fabriek C.m.b.h., Gegenau, Baden. Motor wagens, speciaal voor Java vervaardigd, model 1909 gearriveerd. Eenig agentschap voor Nederlandsch Indie, Garoet" (Pabrik mobil Jerman Selatan, Gegenau, Baden. Kereta-kereta bermotor, dirancang khusus untuk Pulau Jawa, model 1909 sudah tiba. Agen tunggal untuk Hindia Belanda, Garut).
 
Iklan tersebut sama sekali tak menyebutkan merk mobil .Bahwasanya mobil-mobil itu khusus dirancang untuk Pulau Jawa kiranya hanya dibesar-besarkan saja.
 
Mobil-mobil pada waktu itu pun disewakan, tentunya dengan harga tinggi.  Salah satu perusahaan persewaan kereta (dan belakangan  mobil)   yang  terkenal  di  Jakarta  adalah  Rijtuig
 
Maatschappij v/h Fuchs di Jalan Tanah Abang yang sekarang. Kecuali membuat kereta-kereta, perusahaan itu juga sanggup  membuat karoseri untuk mobil. Hal itu ternyata dari iklan dalam surat kabar tersebut di atas juga, tertanggal 12 Januari 1910: "Rijtuig Maatschappij v/h Fuchs. (Alamat tidak dicantumkan,mungkin dianggap masyarakat sudah cukup tahu). Aanmaak van  dienstrijtuigen  en koetswerk voor automobielen"  dan seterusnya.

Lampu karbid dan klakson ular

Rumah O.G.Khouw


Saya pribadi pernah melihat mobil itu dari dekat untuk pertama kali kira-kira di tahun 1916. Ketika itu tetangga saya yang kaya diantar pulang dengan kendaraan tersebut bersama seluruh keluarganya. Lima sampai enam orang dijejalkan ke tempat duduk penumpang yang sebenarnya hanya berkapasitas untuk tiga orang.
 
Bersama warga sekampung, saya memandangi mobil itu dengan takjub. Maklum barang baru! Motornya menderum-derum dan menggetarkan seluruh kendaraan. Di zaman itu belum ditemukan motor mobil yang halus-lembut dan tidak menimbul-kan getaran sedikit pun. Karoserinya mengingatkan orang akan bentuk kereta pelangki (palankijn), tetapi dalam versi lebih 'modern', lebih mewah dan lebih streamlined, kalau meminjam istilah sekarang.
 
Pada kerangka-kerangka karoseri terpasang atap dari kanvas yang dapat dilipat ke belakang seperti kap becak. Dalam keadaan tertutup atap itu terpasang sampai di bagian atas kaca pelindung di depan tempat duduk sopir. Kedua sisi tertambat lagi pada kedua sayap roda (spatboid - sepatbor) depan dengan sepasang tali kulit selebar 2,5 cm. Mobil itu berpintu empat, tetapi di sisi tempat duduk sopir tidak berdaun pintu. Tepat di tengah-tengah pintu di sebelah luar karoseri, terpancang tangkai-tangkai untuk menambah kecepatan dan rem tangan.
 
Di kiri-kanan bingkai kaca pelindung depan terpasang dua lampu. Bentuknya persegi panjang dengan tabung agak pendek di bawahnya. Tabung itu berfungsi ganda, sebagai gagang lampu dan tempat bahan bakar karbid. Uap karbid yang bergolak-golak karena tetes-tetes air dari atas tabung, menjalar ke sumbu lampu. Untuk menyalakan lampu, sumbunya disulut dengan korek api. Jadi cahaya lampu tidak bisa diatur terang-suram, menyorot ke depan atau ke bawah.
 
Yang paling menarik adalah klakson 'terompet'nya. Bentuknya menyerupai badan ular, lengkap dengan garis-garis sisik. Badan 'ular1 itu melingkar ke bawah menyusuri papan pemijak untuk naik ke mobil (treeplank), meliuk di atas sayap roda depan dan berujung dengan sebuah kepala ular-ularan dengan moncong menganga seram. Klakson ini dibunyikan dengan memencet bola-bola (garis tengah sekitar 15 cm) yang terpasang di sisi kanan tempat duduk sopir. Apabila dipencet keras, bola-bola itu akan menghembuskan udara yang membunyikan terompet, . . "duuuut" . . . Sopir yang memiliki cita rasa musik dapat memencet bola-bola secara tertentu, sehingga menimbulkan bunyi yang berirama. Misalnya, "duuuuuiiii-duu-duuut. Sebagai-mana diterangkan di atas, badan ular-ularan beserta kepalanya itu terbuat dari kuningan yang mengkilat, sehingga berkilau-kilau jika ditimpa sinar matahari. "