Gadis-Gadis Batavia

Gadis-Gadis Betawi

Ada sebagian nyonya-nyonya Belanda yang tidak berdansa. Mereka duduk sopan dekat tembok. Dekat kaki mereka bersimpuh budak-budak wanita memegang tempolong ludah majikan masing-masing. Konon para nyonya itu sering mempergunakan tempolong ludah itu.

Semua nyonya dan gadis-gadis yang berdansa berpakaian istimewa. Tata rambut mereka bergaya Batavia, kecuali dua atau tiga orang yang baru datang dari Holland Mereka ini masih punya persediaan pakaian Barat, bedak dan minyak rambut. Demikian tulis Macartney.

Rambut mereka biasanya amat gelap, tidak pernah dibedaki. Rambut itu disisir licin ke belakang, dihiasi tusuk sanggul besar berhias intan. Di belakang tusuk sanggul ada jalinan rambut. Bentuknya bermacam-macam, begitu pun batu-batu permata yang menghiasinya. Ada batu yang diuntai menjadi rantai, ada yang berbentuk bintang dan bulan sabit, kitiran angin dan kupu-kupu, bahkan juga pesawat terbang.
 

Gadis-gadis itu berpakaian cara Melayu, tulis Macartney. Meskipun beberapa orang mengagumi cara itu, tapi di mata bangsawan Inggris itu sama sekali tidak menarik atau indah.

Ketika Macartney masuk ke ruang dansa pertama kali, ia mendapat kesan bahwa para wanita di sana tidak terlalu cantik atau luwes. Ketika masuk untuk kedua kali, ia yakin bahwa mereka kurang cantik dan kurang luwes.

Sesaat sebelum bersantap malam, para wanita itu bertukar pakaian dulu. Mereka menganggap udara yang panas dan berdansa membuat pakaian mereka tidak segar lagi.

Para wanita itu masuk ruang dansa kembali setelah berganti pakaian. Lord Macartney menulis bahwa pakaian mereka sangat istimewa dan tampaknya bebas. Dalam setiap gerak tampak semua keindahan leher, dada dan pinggang yang rupanya ingin mereka banggakan. Meskipun demikian, entah kenapa, tamu agung ini tidak menyukai pakaian semacam itu.