Friday, April 17, 2015

Pancuran di Pancoran

Pancuran Di Depan Balai Kota

Di samping berfungsi sebagai sarana penanggulangan banjir dan angkutan barang, sungai-sungai itu "tempo doeloe" juga menjadi sumber air minum utama bagi warga kota. Sampai abad ke-19 air Kali Ciliwung dipergunakan oleh orang-orang Belanda di Betawi sebagai air minum. Air kali itu mula-mula ditampung dalam semacam waduk (waterplaats atau aquada). Lokasi waduk itu semula dibangun dekat benteng Jacatra di bagian utara kota, kemudian dipindahkan ke tepi Molenvliet sekitar daerah Glodok yang sekarang. Waduk air itu dilengkapi dengan pancuran-pancuran kayu yang mengucurkan air dari ketinggian kira-kira 10 kaki (kurang lebih 3 m). Kemudian daerah sekitar lokasi waduk dinamakan Pancuran, yang di lidah orang Betawi menjadi Pancoran. Dari sana air diangkut dengan perahu oleh para penjual air (waterboereri) dan dijajakan ke kota.
 
Tampaknya pengertian masyarakat tentang higina dan kesehat-an pada masa itu masih sangat terbatas. Air Kali Ciliwung itu diminum begitu saja tanpa proses penjernihan seperti yang sekarang dijalankan oleh PAM. Hal itu sempat menimbulkan problem kesehatan yang serius pada masyarakat Belanda.
Pada abad ke-18 dan dasa warsa pertama abad ke-19 itu, penyakit disentri, typhus, bahkan juga kolera, merajalela di antara mereka. Sebagai penyebabnya disebut air Kali Ciliwung tadi.
 
Buku Dr. de Haan mengetengahkan bahwa tentang hal terakhir itu sempat timbul perbedaan pendapat di kalangan para 'ahli' Belanda. Ada 'ahli' yang menyatakan pada tahun 1648 bahwa air Ciliwung sangat baik (voortreffelijk). Mungkin memang demikian halnya selagi daerah-daerah di pinggiran kota, di arah hulu kali, masih penuh hutan tanpa penghuni. Ketika kemudian pembukaan hutan-hutan dan penggarapan tanah semakin meluas, dan pemu-kiman makin meningkat, air kali pun semakin tercemar. Pada tahun 1689 seorang 'ahli' lain mencatat bahwa air yang keluar dari pancuran waduk di Pancoran sangat keruh, bahkan berlumpur di musim hujan!
 
Sekitar tahun 1685 seorang 'ahli' lain lagi tegas-tegas mengatakan bahwa di dalam air itu terdapat 'binatang-binatang halus' yang tak tampak mata (onzichtbare beesjes). 'Binatang-binatang halus' yang tentu tak lain dari kuman-kuman itu akan mati kalau air dimasak sebelum diminum, seperti yang biasa dilakukan orang-orang Hindoestanneis (yang dimaksud tentu orang-orang India) dan orang-orang 'pribumi' lainnya.
 
Hal ini pada hakikatnya suatu petunjuk yang jelas bahwa kesehatan dapat terpelihara lebih baik jika orang minum air matang. Lebih-lebih karena pada tahun 1661 sudah ada laporan dari Banjarmasin bahwa orang-orang Belanda di sana menganut kebiasaan mengendapkan air minumnya satu hari dan kemudian memasaknya. Namun demikian orang-orang Belanda di Betawi masih belum yakin.

No comments:

Post a Comment