Friday, April 17, 2015

Teh dan Tempayan

Penjual Air Tempo Doeloe

Sementara itu seorang dokter bernama Thunberg menemukan kenyataan, bahwa orang-orang Tionghoa di Betawi yang sehari-hari biasa minum teh, ternyata jarang atau tidak pernah dihinggapi penyakit-penyakit tersebut di atas. Thunberg berkesimpulan bahwa pencegahan penyakit itu bukan soal pemasakan air, tetapi khasiat daun teh!
 
Seorang ahli terkemuka lebih hebat lagi pernyataannya. Air Ciliwung pada hakikatnya tidak seburuk yang dibayangkan orang, asal bisa melupakan sama sekali segala yang biasa dilemparkan ke dalam kali itu. Bayangkan, orang dianjurkan untuk menyingkirkan dari ingatan bahwa Ciliwung antara lain berfungsi sebagai jamban umum.
 
Anehnya, tidak pernah terlintas dalam pikiran orang-orang Belanda di Betawi untuk menggunakan sumur sebagai sumber air minum. Padahal waktu itu sudah banyak rumah tinggal yang memiliki sumur. Air sumur pasti lebih jernih dan lebih bebas dari segala macam pencemaran daripada air kali, asalkan cara pembuatannya tepat dan seterusnya terpelihara dengan baik. Tetapi sumur yang sekaligus juga menampung air hujan, pada umumnya hanya dipergunakan untuk berbagai keperluan dapur saja.
 
Betapapun, akhirnya disadari juga bahwa kondisi air minum berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan. Pada hakikat-nya antara abad ke-17 dan ke-19 sudah ada usaha-usaha menjernihkan air kali untuk air minum. Caranya sederhana saja. Air itu diendapkan dalam beberapa tempayan. Mula-mula air diendapkan dalam tempayan pertama, lalu dipindahkan ke dalam tempayan kedua, ketiga dan seterusnya. Ketika masuk ke dalam tempayan terakhir, air sudah jernih. Tetapi apakah sekaJigus sudah bebas kuman, masih merupakan tanda tanya.
 
Pada tahun 1811, ketika pecah perang antara negeri Belanda dan Inggris, diperkirakan bahwa tentara Inggris akan segera mendarat di Betawi. Pemerintah kota Betawi mengeluarkan perintah agar warga kota menghancurkan semua tempayan mereka, kecuali yang sangat diperlukan saja. Maksudnya supaya tentara Inggris tidak memperoleh air minum bila mendarat di Betawi. Dengan demikian mereka akan terpaksa minum air kali dengan akibat akan kena sakit perut. Sejarah membuktikan bahwa siasat itu tidak efektif.
 
Cara penjernihan lain ialah dengan menyaring air di dalam leksteen, yakni semacam kendi dari keramik berbentuk tabung dengan keran di bawahnya. Di dalamnya terdapat 'kendi tabung' lagi yang lebih kecil, dari sejenis batu karang yang tembus air (poreus). Air dimasukkan ke tabung-dalam itu. Di sana air itu mengendap dan merembes ke tabung-luar yang lebih besar. Kalau keran dibuka, air yang mengucur dari sana jernih lagi sejuk rasanya.
Penggunaan tempayan untuk mengendapkan air minum, sekaligus tempat menyimpan persediaan air pun sudah tidak asing lagi bagi rakyat sebelum orang Barat ke sini. Kendi air juga' sudah umum dipergunakan rakyat kita di masa 'tempo doeloe' sekali. Bedanya kendi dan tempayan-tempayan kita terbuat dari tanah liat.

No comments:

Post a Comment